Selasa, 08 September 2009

1000 Pulau 1 Matahari

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Kata-kata itu sering kita teriakan ketika pembacaan Pancasila. Apakah sila ke-5 dari filosofi bangsa kita ini benar-benar terealisasikan? Sepertinya keadilan hanya mimpi bagi orang pinggiran yang terwujud dalam penindasan. Sepertinya kata-kata keadilan dalam sila ke-5 lebih cocok bila kita ganti dengan kata 'kemunafikan'. Apalagi yang bisa diharapkan oleh kaum-kaum yang tertindas dari kata keadilan. Keadilan merupakan barang langka di bumi Indonesia ini. Yang mungkin bahan bakunya lebih langka dari Uranium. Kata-kata keadilan hanya boleh digunakan oleh tikus-tikus di Senayan. Benar apa yang dikatakan oleh Soe Hok Gie. Para pejabat pemerintah cocoknya ditembak di lapangan banteng.
Trilyunan rupiah digelontorkan untuk membuat sebuah tempat wisata di suatu kota di Timur Indonesia. Tetapi, di kaki gunung Semeru masih terdapat para kuli-kuli pasir yang hanya mendapat bayaran Rp. 10.000. Apakah itu yg disebut dengan keadilan sosial??
Oemar Bakri bisa bangkit dari kuburnya bila dia tahu bahwa murid-murid yang dulu dia ajarkan pelajaran moral ternyata tumbuh menjadi seekor binatang yang bahkan tega untuk membunuh, memperkosa, dan menjual anaknya sendiri demi segelintir kekuasaan. Gedung perwakilan rakyat seakan-akan memanggil-manggil para wakil rakyat yang baru saja terpilih agar bisa langsung 'melaksanakan tugasnya'. Tugas dan bisnis baru sudah tertata rapi dalam job desk mereka untuk 5 tahun ke depan. Tugas mereka untuk menyengsarakan rakyat, menjual para penduduk desa untuk menjadi sand sack di negeri tetangga. Bisnis mereka tak kalah menggiurkan. Menjual pulau-pulau dan aset-aset negeri ini tentu lebih menguntungkan dibandingkan mengurusi lautan lumpur di Sidoarjo.
Gajah Mada mungkin menangis dalam kuburnya karena tahu bendera sang saka merah putih rupanya menjadi bendera negara yang lemah. Merah putih dulu pernah berkibar jauh hingga ke daratan Philipina. Majapahit hanya membutuhkan 20 prajurit Bhayangkara untuk menjaga setiap jengkal tanah kekuasaannya. Tetapi tak ada satu jengkal pun yang dibiarkan nya lepas tanpa puputan. Berapa jumlah personel anjing penjaga yang saat ini dimiliki bangsa kita??
Berapa juga pulau yang terlepas dan tergadai bahkan dijual oleh tikus-tikus itu?
Mengerikan memang kalo ada manusia yang mempunyai kuasa melebihi kuasa Tuhan. Yang mampu merubah semua isi hukum alam. Membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Luar biasa memang penguasa negeri bernama Indonesia ini. Indonesia adalah potongan kue yang sudah disiapkan untuk persembahan kepada dunia Barat. Sudah tak pantas kita menyanyikan 'Indonesia Raya'. Indonesia bukan milik rakyatnya lagi. Indonesia bukanlah lagi sebuah negara yang dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Tapi Indonesia masihlah sebuah negara yang rakyatnya akan marah bila harga diri bangsanya diinjak-injak orang lain. Negara yang rakyatnya masih mau rela mengorbankan seluruh harta bahkan nyawanya demi membela tanah airnya. Tapi pimpinan bangsa inilah yang membuat harkat dan martabat tanah airnya tercoreng. Pimpinan yang dulu 'pernah' berjanji akan setia pada ibu pertiwinya. Pimpinan yang dulu mengaku sebagai seorang prajurit Sapta Marga yang tidak akan membiarkan jati diri bangsa ini dinjak-injak dan dipermalukan pihak asing. Tapi ternyata pimpinan bangsa ini bukanlah seorang prajurit yang berani menancapkan sangkur pada pihak asing yang menginjak-injak kedaulatan negeri ini. Pimpinan bangsa ini hanyalah pemain akrobat yang badannya bisa dilipat sehingga pantat dan kemaluannya sendiri bisa dijilat-jilat.
1 matahari yang menyinari 1000 pulau di Indonesia ini mungkin belum terasa panas buat para pemimpin negeri ini. Tapi rakyat sudah cukup menderita dengan kemarau kemiskinan. Mesin-mesin pendingin para wakil rakyat sudah cukup melubangi lapisan kepercayaan penduduk bangsa ini. Rakyat hanya menginginkan kesejahteraan seperti yang dulu mampu diberikan Kertanegara untuk Singasari. Rakyat hanya membutuhkan pendidikan agar bangsa ini bisa kembali berbicara bahasa kebenaran seperti yang dulu diajarkan Oemar Bakri. Rakyat hanya ingin agar kedaulatan tanah airnya dilindungi seperti apa yang dulu diberikan Gajah Mada kepada Majapahit. Kertanegara bukan hanya memberikan janji pada rakyatnya tetapi juga bukti. Oemar Bakri walaupun hidup sebagai guru miskin, dia tidak pernah mengajarkan muridnya untuk menggadaikan negaranya. Dan Sumpah Palapa mahapatih Gajah Mada bukanlah Sapta Marga yang dilakukan secara terpaksa. Sumpah Palapa merupakan sumpah kecintaan dan pengabdiannya terhadap tanah airnya. Sumpah yang dia junjung tinggi dan dia buktikan sampai akhir hayatnya.
Dimana anjing penjaga negeri ini?? Dimana kalian berada ketika negara lain mengambil kedaulatan negeri ini?? Apakah kalian tidak malu dengan 20 prajurit Bhayangkara yang mampu menjaga Majapahit hingga ke Philipina??Mana janji Sapta Marga yang dulu kalian ucapkan??
Dimana para pemuda negeri ini??Apakah kalian akan diam melihat rakyat kalian dijajah oleh pimpinan bangsa kalian sendiri?? Atau kalian lebih memilih memihak pimpinan kalian yang telah membeli keadilan??
Bila itu yang ada di pikiran kalian, maka kalian telah salah dalam menerjemahkan bahasa kebenaran. Keadilan tidak akan bisa terbeli dan terjamah oleh pimpinan-pimpinan yang berusaha menjual negerinya. Keadilan adalah nurani rakyat. Bimbinglah rakyat negeri ini untuk keluar dari gua kebodohan. Pandulah rakyat negeri ini yang telah menderita karena kemarau kemiskinan menuju sungai kemerdekaan. Kemerdekaan adalah jiwa rakyat.
Yakinlah satu hal....
Rakyat pasti menang...


Salam damai buat alam semesta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar